Tulisan ini perlu aku tulis. Setelah membaca kembali postingan usang yang berjudul 'Arti Hizbut Tahrir alias HTI dalam Bahasa Indonesia'. Setelah aku baca kembali postingan tersebut, tampaknya kurang greget. Mengingat goresan pena tersebut aku buat pada bulan Mei tahun 2017. Sebelum HTI resmi dilarang, di Indonesia.
Memang, pelarangan Hizbut Tahrir di Indonesia bahwasanya tinggal menunggu waktu. Bagaimana tidak, HTI mengusung konsep khilafah, kepemimpinan global. Satu orang memimpin seluruh umat islam di dunia. Maka, otomatis ingin mengganti sistem negara. Ingin mengganti dasar negara, yang di Indonesia berupa Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, sebagai konsensus dalam hidup bernegara.
Dengan tujuan menghapus sekat negara, meniadakan nasionalisme kewilayahan, terperinci sangat bertentangan dengan Pancasila. Sesuatu yang bertentangan dengan dasar negara, sudah semestinya untuk dilarang. Jangankan berkembang, ada saja pun seharusnya memang tidak boleh.
Kembali kepada kaitan dengan goresan pena sebelumnya, aku sampaikan bahwa Hizbut Tahrir artinya Pasukan Pembebesan, atau Partai Pembebasan. Tentu itu hanya sebuah nama. Karena masih menggunakan nama itu, menganggap bahwa Indonesia belum merdeka. Indonesia masih dijajah. Jelas ini yaitu kebijaksanaan yang tidak tepat.
Indonesia sudah merdeka. Buktinya sudah bebas untuk melaksanakan kebaikan. Seperti kutipan dari Panglima Besar Jendral Soedirman, merdeka itu bukan berarti bebas melaksanakan apa saja. Merdeka yaitu bebas melaksanakan kebaikan. Nah, bukankah di Indonesia sudah bebas melaksanakan kebaikan, adapun yang melaksanakan ketidakbaikan justru yang sembunyi-sembunyi.
Dari segi agama, khususnya agama Islam, yang menjadi dasar bagi HTI, sudah bebas melaksanakan ibadahnya. Tidak pernah dihalang-halangi. Mau ibadah tiap waktu boleh, mau ibadah di masjid dibantu, difasilitasi. Mau menggelar ibadah dan program keagamaan di lapangan dan alun-alun kota, juga difasilitasi, dijaga kelancarannya, dijamin kemanannya. Masak dalam kondisi ibarat ini masih diajajah? Masih mau dimerdekakan?
Kemudian, terkait klarifikasi perihal bendera yang identik dengan HTI, pada goresan pena sebelumnya. Bukan lagi identik. Itu memang benderha HTI. Buktinya, bendera itu 'hanya' dipakai oleh HTI. Bendera berwarna hitam, dengan goresan pena arab yang khat/font/jenis hurufnya begitu. Meskipun isinya yaitu lafal tauhid, tidak sanggup diklaim bahwa itu bendera seluruh umat Islam hanya alasannya ada kalimat tauhid.
Buktinya, umat islam selain HTI tidak menggunakan bendera itu. Benderha dengan lafal tauhid ada yang menjadi identitas tidak hanya milik HTI. Tapi juga dipakai oleh Alqaeda, Al-nusra, Arab Saudi, dan ISIS. Lafaznya sama, warnanya beda, khat/jenis hurufnya beda.
Maka, dalam konteks ini, HTI tidak hanya sanggup dilihat dari segi bahasa. HTI secara kontekstual, sanggup diartikan sebagai kelompok atau organisasi yang sekarang telah dihentikan oleh negara, alasannya bertentangan dengan dasar negara. Selain bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, inspirasi dan konsep khilafah yang digaungkan oleh HTI yang 'katanya' satu-satunya konsep bernegara menurut agama juga ditentang oleh kebanyak umat islam yang lain. Karena lebih banyak mudaratnya dari pada manfatnya.
Memang, pelarangan Hizbut Tahrir di Indonesia bahwasanya tinggal menunggu waktu. Bagaimana tidak, HTI mengusung konsep khilafah, kepemimpinan global. Satu orang memimpin seluruh umat islam di dunia. Maka, otomatis ingin mengganti sistem negara. Ingin mengganti dasar negara, yang di Indonesia berupa Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, sebagai konsensus dalam hidup bernegara.
Dengan tujuan menghapus sekat negara, meniadakan nasionalisme kewilayahan, terperinci sangat bertentangan dengan Pancasila. Sesuatu yang bertentangan dengan dasar negara, sudah semestinya untuk dilarang. Jangankan berkembang, ada saja pun seharusnya memang tidak boleh.
Kembali kepada kaitan dengan goresan pena sebelumnya, aku sampaikan bahwa Hizbut Tahrir artinya Pasukan Pembebesan, atau Partai Pembebasan. Tentu itu hanya sebuah nama. Karena masih menggunakan nama itu, menganggap bahwa Indonesia belum merdeka. Indonesia masih dijajah. Jelas ini yaitu kebijaksanaan yang tidak tepat.
Indonesia sudah merdeka. Buktinya sudah bebas untuk melaksanakan kebaikan. Seperti kutipan dari Panglima Besar Jendral Soedirman, merdeka itu bukan berarti bebas melaksanakan apa saja. Merdeka yaitu bebas melaksanakan kebaikan. Nah, bukankah di Indonesia sudah bebas melaksanakan kebaikan, adapun yang melaksanakan ketidakbaikan justru yang sembunyi-sembunyi.
Dari segi agama, khususnya agama Islam, yang menjadi dasar bagi HTI, sudah bebas melaksanakan ibadahnya. Tidak pernah dihalang-halangi. Mau ibadah tiap waktu boleh, mau ibadah di masjid dibantu, difasilitasi. Mau menggelar ibadah dan program keagamaan di lapangan dan alun-alun kota, juga difasilitasi, dijaga kelancarannya, dijamin kemanannya. Masak dalam kondisi ibarat ini masih diajajah? Masih mau dimerdekakan?
Kemudian, terkait klarifikasi perihal bendera yang identik dengan HTI, pada goresan pena sebelumnya. Bukan lagi identik. Itu memang benderha HTI. Buktinya, bendera itu 'hanya' dipakai oleh HTI. Bendera berwarna hitam, dengan goresan pena arab yang khat/font/jenis hurufnya begitu. Meskipun isinya yaitu lafal tauhid, tidak sanggup diklaim bahwa itu bendera seluruh umat Islam hanya alasannya ada kalimat tauhid.
Buktinya, umat islam selain HTI tidak menggunakan bendera itu. Benderha dengan lafal tauhid ada yang menjadi identitas tidak hanya milik HTI. Tapi juga dipakai oleh Alqaeda, Al-nusra, Arab Saudi, dan ISIS. Lafaznya sama, warnanya beda, khat/jenis hurufnya beda.
Maka, dalam konteks ini, HTI tidak hanya sanggup dilihat dari segi bahasa. HTI secara kontekstual, sanggup diartikan sebagai kelompok atau organisasi yang sekarang telah dihentikan oleh negara, alasannya bertentangan dengan dasar negara. Selain bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, inspirasi dan konsep khilafah yang digaungkan oleh HTI yang 'katanya' satu-satunya konsep bernegara menurut agama juga ditentang oleh kebanyak umat islam yang lain. Karena lebih banyak mudaratnya dari pada manfatnya.