Konferensi Meja Bundar - Ketika dibuka pada tanggal 23 Agustus 1945, Amerika Serikat sangat berharap bahwa Konferensi Meja Bundar (KMB) Den Haag akan menghasilkan penyelesaian yang tuntas atas konflik Indonesia-Belanda. Amerika sangat berkepentingan dengan hasil final dari konferensi ini dan pada kesepakatan hening yang dicapai di Den Haag. Sebaliknya kegagalan konferensi itu akan membahayakan kebijakan Perang Dingin A.S.
Dalam kaitanya kehadiran A.S. dalam Konferensi Meja Bundar adalah bermaksud membantu memastikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang menghalangi terlaksananya perundingan yang cepat, dengan tujuan peralihan kekuasaan dari Belanda ke Indonesia.
Namun dalam kenyatannya selama Konferensi Meja Bundar berlangsung, perwakilan A.S. melangkah lebih jauh dari aliran tersebut dengan maksud melindungi Belanda. Tindakan ini menjadi sangat kentara saat konferensi yaris menemui jalan buntu di tiga soal penting adalah pengalihan tanggungjawab hutang kolonial, nentuk Uni-Indonesia-Belanda, dan Status Irian Barat.
Mengenai soal hutang kolonial, Belanda menuntut bahwa negara Indonesia yang berkewajiban menanggung seluruh hutang pemerintah Hindia Belanda yang jumlahnya mencapai 6,1 miliar gulden. Dengan pernyataan tersebut lalu delegasi Indonesia oke mengenai tuntutan hutang Hindia Belanda sebelum tahun 1945, tetapi menolak untuk menanggung hutang sehabis tahun 1945. Karena takut hilangnya proteksi ekonomi Amerika dengan menolak usalan tersebut risikonya menyetujui untuk menanggung utang Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.
Mengenai soal hutang kolonial, Belanda menuntut bahwa negara Indonesia yang berkewajiban menanggung seluruh hutang pemerintah Hindia Belanda yang jumlahnya mencapai 6,1 miliar gulden. Dengan pernyataan tersebut lalu delegasi Indonesia oke mengenai tuntutan hutang Hindia Belanda sebelum tahun 1945, tetapi menolak untuk menanggung hutang sehabis tahun 1945. Karena takut hilangnya proteksi ekonomi Amerika dengan menolak usalan tersebut risikonya menyetujui untuk menanggung utang Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.
Tentang problem Uni-Indonesia-Belanda, delegasi Belanda mengusulkan biar Ratu Belanda dan para penerusnya menjadi kepala Uni. Kemudian delegasi Indonesia menolak ajuan tersbut. Mereka menuntut biar Ratu tidak memegang fungsi apapun baik dalam arti aturan internasional maupun konstitusional. Kemudian Amerika sekali lagi tetapkan untuk campur tangan, dengan mengajukan Kepala Uni menjadi simbol dan perwujudan kolaborasi yang sifatnya sukarela dan berkesinambungan. Akhirnya ajuan tersebut diterima oleh kedua delegasi.
Mengenai problem krusial ketiga yakni problem status dan masa depan Irian Barat, Belanda bersikeras biar wilayah ini tidak diikut sertakan di dalam proses peralihan kekuasaan. Dari perundingan yang cukup lama, diperoleh kesepakatan bahwa Irian Barat akan tetap berada di bawah wewenang Belanda, tetapi dalam kurun waktu satu tahun sehabis peralihan kekuasaan, akan diadakan perundingan lagi untuk status fina wilayah tersebut.
Setelah tiga kendala utama dalam Konferensi Meja Bundar tersebut diatasi, pada tanggal 2 November 1949 delegasi Belanda, Republik Indonesia, dan negara-negara boneka buatan Belanda menandatangani Perjanjian Den Haag yang tetapkan bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan atas bekas koloninya (kecuali Irian Barat) kepada Republik Indonesia Serikat. Pada tanggal 27 Desember 1949, dalam sebuah upacara yang secara bersamaan dilaksanakan di Den Haag dan Jakarta, dilakukan peralihan kekuasaan secara resmi dai Belanda kepada Indonesia.
Sumber : Buku "Indonesia Melawan Amerika-Konflik Perang Dingin 1953-1963" (Baskara T W, SJ)
Demikian pembahasan mengenai Konferensi Meja Bundar Lengkap dan Singkat Semoga bermanfaat bagi pembaca. Kurang lebihnya mohon maaf. Sekian Terimakasih.
Baca juga :
Demikian pembahasan mengenai Konferensi Meja Bundar Lengkap dan Singkat Semoga bermanfaat bagi pembaca. Kurang lebihnya mohon maaf. Sekian Terimakasih.
Baca juga :